Sabtu, 10 Februari 2018

Pengembangan Industri Akuakultur



PENDAHULUAN
Produksi perikanan tangkap Daerah Istimewa Yogyakarta tidak mampu memenuhi permintaan masyarakat sehingga menuntut pemerintah mulai mengembangkan perikanan budidaya air tawar. Pengembangan budidaya air tawar juga didukung oleh ketersediaan lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Jenis ikan yang prospektif untuk dikembangkan adalah ikan Lele, Nila dan Gurami yang permintaannya cenderung tetap atau bahkan mengalami kenaikan tiap tahun. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka penelitian bertujuan untuk (1) mengetahui kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran komoditi ikan Nila, Lele dan Gurami di Kabupaten Sleman, (2) menghitung kontribusi usaha pembenihan, maupun pembesaran dari ikan Nila, Lele dan Gurami dan (3) merumuskan strategi yang tepat dalam mengembangkan budidaya ikan konsumsi air tawar untuk pemerintah dan pembudidaya ikan.

METODELOGI PENELITIAN
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dasar deskripsi analitis, yaitu metode yang memusatkan diri pada pemecahan-pemecahan masalah yang merupakan fakta atay keadaan sebenarnya. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional random sampling masing-masing berjumlah 15 orang dari pembenihan dan pembesaran ikan Lele, Nila dan Gurami, sehingga ada 90 orang responden yang dijadikan sampel. Data yang terkumpul kemudian ditabulasikan dan dianalisis menggunakan

1.             Analisis biaya dan pendapatan
Analaisis biaya dan pendapatan dilakukan dengan menghitung komponen biaya sebenarnya yang dikeluarkan oleh pembudidaya (biaya eksplisit) yang meliputi biaya indukan, benih, sewa lahan, perawatan peralatan, pupuk, kapur, listrik.

2.             Analisis kelayakan usaha
Biaya pada usaha budidaya ikan dapat dikelompokkan menjadi biaya awal yang merupakan biaya yang digunakan sebelum usaha berjalan dan biaya operasional yang terjadi ketika usaha berjalan dan sudah menghasilkan produk.
3.             Analisis sensivitas usaha
Analisis sensivitas diberlakukan pada komponen-komponen yang mempunyai pengaruh besar terhadap kelayakan usaha, seperti biaya produksi dan komponen harga output. Hal ini karena usaha budidaya ikan umumnya relatif rentan terhadap faktor-faktor eksternal seperti serangan hama penyakit, iklim, dan adanya perubahan kondisi pasar.
4.             Strategi
Perumusan strategi dilakukan dengan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal dari tiga responden pembudidaya Lele, Nila dan Gurami.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1.             Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Budidaya Ikan Air Tawar
Biaya yang digunakan dalam usaha budidaya Ikan air tawar meliputi biaya ekspilist (terlihat secara fisik) dan impilist (tidak secara langsung), biaya tersebut digunakan untuk menghitung pendapatan dan keuntungan. Pendapatan pembudidaya dapat dipengaruhi oleh luas lahan. Lahan yang perlu disesuaikan meliputi 3 faktor yaitu kualitas air (suhu, DO, pH), pemanfaatan lahan, dan infrastruktur (pemukiman, sungai, jalan). Menurut Radiarta et.al (2012) tujuh parameter penting yang terpilih dikelompokkan menjadi tiga sub-model (faktor) meliputi : kualitas air, pemanfaatan lahan, dan infrastruktur.
Semakin besar luas lahan, maka semakin banyak benih ikan yang dapat dibudidayakan, sehingga pendapatan yang diperoleh akan semakin besar. Pendapatan pada usaha pembenihan lebih besar dibandingkan pada usaha pembesaran karena usaha pada pembenihan lebih cepat yaitu hanya dipelihara antara 21 hari hingga 60 hari tergantung pada pembudidaya ikan akan di panen pada ukuran berapa. Semakin besar ukuran ikan, maka semakin tinggi harga jual, dan pendapatan yang diperoleh semakin besar.

2.             Analisis Kelayakan dan Sensitivitas Usaha
Analisis finansial merupakan analisis yang digunakan untuk melihat kelayakan dari masing-masing usaha budidaya dilihat dari sisi penanaman modal. Terdapat beberapa parameter yang dapat digunakan sebagai penentu kelayakan usaha budidaya ikan yaitu NPV, IRR, net B/C Ratio, PP dan analisis Sensitivitas. Diantara jenis usaha dan jenis ikan yang dibudidayakan dari berbagai analisis kelayakan, usaha pembenihan lele merupakan usaha yang sangat disarankan karena memiliki keuntungan yang besar.
   Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi jika terdapat suatu kesalahan atau perubahan dalam perhitungan biaya atau benefit. Analisis sensitivitas pada usaha budidaya ikan dilakukan untuk melihat seberapa besar usaha pembenihan mampu bertahan bila faktor produksi ataupun penerimaan mengalami kenaikan maupun penurunan.

3.             Analisis BEP
BEP (break even point) merupakan titik dimana tidak ada pendapatan atau dengan kata lain, total dari  biaya produksi sama dengan hasil produksi. Analisis Break Even Point (BEP) digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel didalam kegiatan perusahaan yakni biaya produksi, volume produksi dan keuntungan yang diperoleh perusahaan (Lembong, et al, 2015). Dengan menghitung BEP, kita dapat mengetahui target berapa (kg) produk yang akan dicapai maupun berapa (rp) hasil yang akan diperoleh. Sedangkan untuk BEP produk adalah dimana biaya produksi per kg sama dengan harga pasar.
Berdasarkan table tentang perhitungan BEP dari budidaya lele, nila dan gurami, dapat disimpulkan bahwa hasil rata rata berada diatas nilai BEP. Namun terdapat nilai yang berada di bawah BEP, yaitu pada pembenihan gurame ukuran 9-10. Hal ini dapat disebabkan karena penetapan padat tebar yang kurang optimal sehingga biaya produksi lebih tinggi daripada penerimaan. Kerugian ini dapat diatasi salah satunya dengan penetapan padat tebar yang optimal, peningkatan FCR, pemberian pakan alami atau dapat juga dengan diversivikasi usaha. Menurut Lembong, et al (2015) bahwa disarankan pakan organik perlu dimanfaatkan oleh petani agar biaya pakan dapat ditekan dan keuntungan yang diperoleh lebih tinggi.
Kontribusi pendapatan usaha budidaya gurami terhadap pendapatan keluarga
Hasil data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pendapatan usaha budidaya gurami ini per bulan sebesar  48,87%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya ikan gurami dapat dijadikan sumber mata pencaharian pokok karena pendapatan yang diterima melebihi dari UMK (upah minimum karyawan) di sleman yang menujukkan anggka sebesar Rp. 1.127.000 sedangkan hasil produksi yang diperoleh yaitu sebesar Rp. 1.588.710.

Analisis SWOT pengembangan usaha budidaya ikan air tawar
Strategi pengembangan usaha budidaya dilakukan untuk menentukan tujuan dari suatu perusahaan. Analisis strategi dilakukan dengan mengetahui bebragai factor internal dan eksternal perusahaan, kemudian dianalisis dengan menggunakan matrix swot. Factor internal meliputi dari kekuatan dan kelemahan perusahaan sedangkan eksternal factor bias berupa peluang dan ancaman. Dari pengumpulan data tentang strategi usaha budidaya didapatkan point-point dari beberapa faktor:
Faktor internal
Faktor eksternal
Kekuatan (strength)
·         Ketersediaan lahan
·         Ketersediaan sumber air
·         Ketersediaan tenaga kerja
·         Ketersediaan sarpras
·         Ketrampilan masyarakat
Peluang (opportunity)
·         Permintaan pasar meningkat
·         Permintaan benih tinggi
·         Pertumbuhan usaha perikanan masih rendah
·         Kebijakan pemerintah mendukung pengembangan usaha perikanan
Kelemahan (weakness)
·         Indukan yang kurang berkualitas
·         Penerapan teknologi rendah
·         Pemasaran hasil masih pasif dan sederhana
·         Fungsi kelembagaan belum optimal
·         System keuangan kurang optimal
Ancaman (threats)
·         Flukstuasi musim dan ancaman penyakit
·         Peningkatan suku bunga
·         Kenaikan harga pakan
·         Masuknya psok benih dan induk dari luar daerah
DAFTAR PUSTAKA

Lembong, J, E., N, M, Santa., A, Makalew., F, H, Elly. 2015. Analisis Break Even Point Usaha Ternak Itik Pedaging. Jurnal Zootek. 35(1): 39-45.

Radiarta, I. Nyoman, J. Subagja, A. Saputra; Erlania. 2012. Pengembangan Budidaya Ikan Lele di Kawasan Minapolitan Kabupaten Bogor, Jawa Barat: Aspek Kesesuaian Lahan, Implementasi Produksi dan Strategi Pengembangan. Jurnal Riset Akuakultur. 7(2): 307-320.

Yuwani, S. H., Irham; Jamhari. 2014. Analisis Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Air Tawar di Kabupaten Sleman. Agro Ekonomi. 25(2): 135-143.


Manajemen Tata Lingkungan Akuakultur



IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1     Hasil 
4.1.1.Gambaran Umum Lokasi
Lokasi budidaya udang vaname (L.vannamei) yang dimiliki Pokdakkan Sido rukun di Kecamatan Kaliwungu yaitu lokasi tambak yang berada 1,5 kilomater dari pantai atau muara yang merupakan sumber air laut atau payau. Lokasi tambak budidaya udang vaname sistem intensif ini bersebelahan dengan sungai yang mengalir ke laut dengan jarak sekitar 1,5 kilometer. Kawasan mangrove terletak 1,5 km dari lokasi budidaya udang vaname milik Bapak Supardi. Kondisi sungai tersebut sedikit tercemar karena berwarna coklat dan terdapat sampah di pinggir sungai tersebut, sungai tersebut berperan sebagai sumber air pemasukan sekaligus tempat pembuanagan limbah budidaya. Lokasi budidaya udang vaname (Litopaneus vannamei) sistem intensif milik Bapak Supardi ini juga terletak dalam kawasan industri yaitu Kawasan Industri Kendal (KIK).
Gambar 1. Gambaran umum lokasi
(Sumber : Google earth)

4.1.2.   Tata Letak Tambak
Berdasarkan hasil observasi pada tambak intensif budidaya udang vaname (L.vannamei) milik Pokdakan Sido rukun, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, tambak intensif ini berlokasi sekitar 1,5 kilometer dari pinggir pantai dan 7 meter dari sungai (sumber air tawar). Tambak ini memiliki ukuran luas 0,5 ha. Pematang dan pelataran tambak dibiarkan alami dari tanah pertambakan yang diuruk. Tambak ini memiliki saluran inlet yang berada di tengah tambak. Letak tambak dekat dengan saluran air tawar (sungai) dan juga terdapat berbagai tumbuhan hijau atau mangrove. Data lengkap tata letak tambak dan gambar tata letak tambak pokdakkan Sido rukun dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.
Tabel 1. Tata letak Tambak
No
Parameter
Ukuran
1
Panjang Tambak
48,70 m
2
Lebar Tambak
36 m
3
Kedalaman
75 cm
4
Kemiringan
0,24 m
5
Tanggul primer
10 m
6
Tanggul sekunder
2,17 m
7
Tanggul Tersier
1,57 m
8
Pematang
3 m
9
Lebar central drain
3,4 m
10
Panjang central drain
5,1 m
11
Kedalaman central drain
60 cm














4.1.3. Kualitas air
Nilai kualitas air yang didapatkan pada praktikum Manajemen Tata Lingkungan Akuakultur tersaji pada tabel 2.
Tabel 2. Nilai Kualitas Air Tambak Pokdakkan Sido rukun
Parameter
Variabel
Nilai
Kimia
Oksigen terlarut
4-7,5 ppm

Salinitas
15-25 ppt

pH
6,5-8
Fisika
Suhu
25°C-31°C

Kedalaman
70-120 cm
Biologi
Plankton
      -

4.1.4. Manajemen Pemberian Pakan
          Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa pakan yang digunakan di tambak berupa pakan crumble dan pelet. Merk pakan yang diberikan pada udang vannamei yaitu global feed yang mengandung protein sebesar 33%. Pemberian pakan dilakukan secara manual oleh pegawai yang diberikan empat kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00.,11.00., 15.00 dan 19.00. Pengontrolan pakan dilakukan dengan menggunakan teknologi anco. Cara mengatasi sisa pakan yang terdapat di tambak yaitu dengan melakukan penyiponan.


4.2.    Pembahasan
4.2.1 Analisa Lokasi Budidaya
Berdasarkan praktikum Manajemen Tata Lingkungan Akuakultur yang telah dilakukan maka dapat diperoleh hasil bahwa lokasi praktikum berada di daerah kawasan industri Kendal, Kaliwungu, Kendal. Lokasi tambak berada disekitar  daerah aliran sungai. Sehingga untuk sumber air berasal dari sungai tersebut dan berfungsi sebagai suplai air laut pada tambak yang dilewatkan melalui aliran sungai yang berujung ke muara dan masuk melaui inlet, dan menggunakan air bor atau air tanah sebagai sumber air tawarnya.  Sebelum masuk ke kolam budidiya air sungai ditreatment terlebih dahulu dalam tandon kemudian baru diisikan ke tambak menggunakan pompa air.  Hal ini diperkuat oleh Aliah (2012) yang menyatakan bahwa air dari sumber utama, sebelumnya telah mengalami pengolahan baik secara fisik melalui pengendapan maupun secara biologis (treatment algae dan kekerangan). Sedangkan air buangan kolam produksi, selain kualitas airnya masih cukup baik, stabil dan layak digunakan kembali, untuk (pengendapan) maupun secara biologis (algae dan kekerangan) sebelum dimasukkan kembali ke saluran pemasukkan.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan aksesbilitas untuk ke tambak dekat dengan pemukiman dan jalan yang sudah beraspal namun memasuki area tambak jalan masih tanah berbatu.  Disamping dari tambak udang milik kelompok tani Sido rukun terdapat kawasan industri Kendal, tambak tersebut terancam mengalami reklamasi oleh para industri dan pabrik disekitar daerah tersebut. Kandungan pirit/besi (Fe) manjadi salah satu kendala dalam budidaya ini. Manajemen ligkungan budidaya yang baik dan ramah lingkungan sangat diperlukan dalam mengelola usaha budidaya ini. Kandungan besi yang tinggi kemungkinan dari hasil limbah pabrik disekitar tambak tersebut. Hal ini diperkuat ole Zen et al. (2015), yang menyatakan bahawa aktivitas industri yang secara tidak langsung membuang limbah cairnya ke perairan laut, adanya pembuangan limbah industri tersebut diduga dapat mencemari lingkungan perairan dan organisme yang hidup di dalamnya. Di ketahui bahwa zat beracun yang mencemari perairan salah satunya dari logam berat.
Sistem dari pergantian air di tambak udang vaname pokdakan Sido rukun menggunakan pompa sehingga pada saat perggantian tambak akan memindahkan air ke tandon untuk ditreatmen terlebih dahulu, namun pada tambak disini lebih banyak menggunkan air bor yang tidak perlu dilakukan perlakuan (treatment) sehingga air langsung dialirkan pada tambak udang. Lokasi tambak berada disekitar  daerah aliran sungai merupakan sumber pasokan air laut sekaligus tempat pembuangan limbah budidaya udang vaname. Budidaya udang vaname dengan sistem intensif ini menghasilkan limbah pakan dan hasil metabolisme udang yang banyak terkandung didalam perairan. Sungai yang menjadi sumber pasokan air sekaligus tempat pembuangan limbah akan berdampak buruk bagi kultivan budidaya karena bahan organik maupun anorganik sisa pakan dan kotoran akan terkumpul dalam ekosistem sungai tersebut. Hal ini diperkuat oleh Ramadan et al. (2012), yang menyatakan bahwa sungai merupakan sumber air permukaan yang rentan terhadap pencemaran. Sungai mempunyai daya tampung beban pencemaran oleh limbah. Daya tampung pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi tercemar. Dengan masuknya limbah ke dalam air sungai akan menyebabkan konsentrasi oksigen berkurang. Tingkat serangan penyakit tergantung pada jenis dan jumlah mikroorganisme yang menyerang ikan, kondisi lingkungan dan daya tahan tubuh ikan juga turut memacu cepat tidaknya penyakit itu menyerang ikan.

4.2.2.Tata Letak Tambak
Berdasarkan hasil observasi pada tambak intensif budidaya udang vaname (L.vannamei) milik Pokdakan Sido rukun, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, tambak intensif ini berlokasi sekitar 1,5 kilometer dari pinggir pantai dan 7 meter dari sungai (sumber air tawar). Tambak ini memiliki pematang dengan ketinggian 1,5-2,8 meter dengan ketinggian air 1,2 meter. Pematang dan pelataran dibiarkan alami dari tanah pertambakan yang diuruk. Tambak ini memiliki saluran inlet yang berada di tengah tambak .Tambak ini memiliki ukuran luas 0,5 ha. Kemiringan tambak 0,24 m, kedalaman 3,4 m, panjang 48,70 m dan lebar tambak sebesar 36 m. Jarak tersebut menunjukkan bahwa letak tambak berada di daerah yang sesuai. Hal ini dinyatakan oleh Yulianda (2008) bahwa jarak tambak dari sungai 10 – 1000 m maka termasuk kategori sangat sesuai. Kemiringan 0 -3 % dalam kategori sangat sesuai, kedalaman tanah >150 cm termasuk dalam kategori sangat sesuai dan jarak dari sungai.
Sepanjang pinggir pantai dengan tambak terdapat berbagai tumbuhan mangrove yang sangat bermanfaat sebagai penyangga. Daerah penyangga berupa lahan yang berbatasan dengan sungai yang tidak digunakan untuk pemeliharaan udang, melainkan untuk tempat tumbuhnya vegetasi mangrove yang merupakan tanaman asli di daerah tersebut. Areal ini disediakan sebagai jalur hijau. Dengan adanya daerah pelindung, maka angin laut yang kencang dapat ditahan oleh vegetasi mangrove yang tumbuh di daerah tersebut sehingga kerusakan pematang karena erosi yang ditimbulkan oleh angin dapat berkurang. Hal ini diperkuat Halidah et al. (2008), yang menyatakan bahwa fungsi utamanya sebagai pelindung kawasan pesisir pantai timur dari terpaan gelombang laut penyebab abrasi, intrusi air laut dan genangan air pasang (rob), masuknya air laut dan mengge-nangi wilayah daratan pantai karena air pasang. Hal ini juga diperkuat oleh Aksornkoae (1993)  dalam Khaery (2016), yang menyatakan bahwa ekosistem mangrove mempunyai kemampuan meredam gelombang pasang dan angin kencang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi; dan ketiga sebagai pengendali banjir. Fungsi ini akan hilang jika hutan mangrove ditebang atau mengalami degradasi

4.2.3.   Analisis Kualitas air
   Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa pada tambak tersebut mempunyai nilai DO (Dissolved oxygen) sebesar 4-7,5 ppm dan masih termasuk dalam kategori normal dengan suhu perairan adalah 25-31oC, salinitas 15-25 ppt, pH 6,5-8 dan kedalaman 70-120 cm. Menurut Putra et al. (2014), yang menyatakan bahwa pengukuran kadar DO (Dissolved Oxygen) pada ketiga tambak tersebut dihasilkan data 3,15 – 5,23 mg/l. Kisaran tersebut masih dalam kisaran normal, hal ini disebabkan karena adanya 8 - 10 buah kincir air yang dinyalakan, selain itu juga berasal dari fotosintesis dari fitoplankton serta difusi oksigen dari udara. Pada tambak intensif dengan kepadatan yang tinggi, kadar DO (Dissolved Oxygen) yaitu pada titik kritis oksigen diusahakan kadarnya tidak boleh kurang dari 4,00 mg/l. Hasil yang didapatkan untuk pengukuran nilai pH pada penelitian berkisar antara 7,04 – 7,88. Nilai pH tersebut masih dapat dikatakan layak untuk kegiatan budidaya udang. Pada penelitian ini, nilai suhu yang didapat berkisar antara 27,0 – 30,1ºC masih berada dalam nilai optimal dalam budidaya udang. Variasi suhu ini dapat diakibatkan oleh cuaca pada saat pengambilan sampel. Kisaran suhu yang layak bagi pertumbuhan udang adalah 26 – 32ºC.
Kualitas air turut mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan dari organisme perairan yang dibudidayakan. Kelangsungan hidup ikan disebabkan oleh banyak faktor, satu diantaranya adalah padat tebar ikan yang terlalu tinggi. Padat tebar merupakan suatu faktor yang sangat penting yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan dalam persaingan ruang gerak, dan konsumsi oksigen. Pengukuran kualitas air pada tambak tidak dilakukan secara rutin. Air yang masuk pada tambak di dapatkan dari saluran outlet dari tambak yang berada di sebelahnya atau tambak sebelumnya sehingga kualitas air pada setiap petakan tambak berbeda- beda dan semakin buruk pada tambak yang berada cukup jauh dari sungai Karanganyar sebagai sumber air budidaya. Sebagaimana hewan akuatik lainnya, aktivitas hidup udang vannamei sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya, bahkan udang vannamei memiliki kerentanan yang tinggi terhadap kualitas media pemeliharaan yang kurang baik (Purnamasari et al., 2017).
Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi tambak udang adalah terjadinya penurunan kualitas air serta kerusakan sedimen. Ini dapat terjadi akibat dari tingginya kadar bahan nitrogen anorganik, senyawa organik karbon dan sulfida baik yang berasal dari sisa pakan, kotoran udang atau pemupukan dalam jangka panjang. Meningkatnya senyawa Amonia ini, akan meningkatkan pertumbuhan dan kepadatan fitoplankton. Kepadatan fitoplankton yang tinggi menimbulkan peristiwa ledakan populasi ("blooming"), yang diikuti oleh kematian masal ("die off") fitoplankton. Peristiwa ledakan populasi dan kematian masal fitoplankton akan memperburuk kualitas air tambak, sehingga produksi udang menurun. Penurunan kualitas air tambak dapat pula memacu timbulnya berbagai macam penyakit pada udang. Sekeliling tambak yang diamati terdapat tumbuhan mangrove yang sangat bermanfaat untuk menjaga tambak dari adanya erosi. Selain itu, adanya tumbuhan mangrove dapat menunjang kelimpahan plankton yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami udang sebagai indikator kesuburan perairan. Adanya hutang mangrove sangat mempengaruhi kelimpahan fitoplankton suatu perairan. Hal ini diperkuat oleh Tarunamulia et al. (2016), yang menyatakan bahwa rendahnya kelimpahan plankton di lokasi penelitian, diduga karena keberadaan hutan mangrove di kawasan pertambakan tersebut sudah sangat kurang. Padahal keberadaan areal hutan mangrove dapat mempertahankan kesuburan perairan pada suatu kawasan pertambakan. Berkurangnya hutan mangrove pada kawasan pertambakan tersebut tentunya akan mengarah kepada terjadinya kerusakan habitat yang diperkirakan dapat berpengaruh terhadap penurunan keragaman hayati termasuk keragaman plankton.


4.2.4.Manajemen Pemberian pakan
          Manajemen Pemberian pakan yang dilakukan di tambak yaitu dengan cara pemberian secara langsung oleh pegawai tambak. Pemberian pakan dilakukan empat kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00.,11.00., 15.00 dan 19.00. Pakan yang diberikan pada udang vanamei di tambak ini yaitu pakan crumble dan pelet. Jumlah pakan yang diberikan pada udang akan mempengaruhi pertumbuhan udang. Pemberian pakan sebanyak empat kali dalam sehari diharapkan dapat memenuhi kebutuhan udang sehingga dapat meingkatkan pertumbuhan udang. Salah satu penentu maksimumnya efisiensi pemanfaatan pakan adalah frekuensi pemberian pakan. Hal ini diperkuat oleh Aslamyah dan Yushinta (2014), yang menyatakan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan maka pemanfaatan pakan makin efisien.Tingginya konsumsi pakan menyebabkan banyaknya nutrient yang terdeposit dalam menunjang pertumbuhan. Spesies hewan air mempunyai tingkah laku dan kebiasaan makan sendiri, serta mempunyai metabolisme rate dan kecepatan makan yang berbeda.
            Protein merupakan sumber energi selain karbohidrat untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan sedangkan lemak merupakan sumber energi terbesar bagi tubuh ikan. Pakan yang diberikan merupakan pakan buatan dengan merk global feed. Global feed tersebut mengandung protein sebesar 33 %. Udang membutuhkan protein yang optimal untuk mendukung pertumbuhannya. Menurut Kaligis (2015), yang menyatakan bahwa dari beberapa kombinasi, pemberian protein 45% dan kalsium 2% dalam pakan memberikan hasil yang terbaik terhadap laju pertumbuhan rerata harian, efisiensi pemanfaatan pakan, rasio RNA/DNA, dan retensi protein pada PL udang vaname yang dipelihara pada salinitas rendah. Perlakuan dengan kandungan protein 45% dengan kalsium 2% merupakan kombinasi yang optimum karena kandungan protein (asam amino) lebih banyak tersedia dalam pakan sehingga udang vaname mampu secara efisien memanfaatkan kelebihan protein untuk pertumbuhan.
Pemberian pakan yang secara manual dimana frekuensi pakan yang diberikan tidak selalu tetap sehingga dapat menyebabkan menumpuknya sisa pakan. Sisa pakan dalam tambak yang tidak dimanfaatkan dapat menyebabkan penurunan kualitas air dari tambak tersebut. Oleh karena itu, untuk menangani hal tersebut dilakukan penyiponan tambak. Hal ini diperkuat oleh Syah et al. (2014), yang menyatakan bahwa sisa pakan merupakan faktor kunci yang mempengaruhi penurunan kualitas air tambak, sementara udang yang mati di tambak memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan sisa pakan maupun feses terhadap penurunan kualitas air. Oleh karena itu, sisa pakan yang mengendap di dasar tambak harus segera dibuang untuk menjaga stabilitas kualitas air dalam kondisi yang baik bagi kehidupan dan pertumbuhan udang yang dipelihara.
Pakan yang diberikan pada udang vanamei jenis pelet dari Global feeds yang mengandung protein 33%. Pemberian pakan sebanyak empat kali dalam sehari yang disesuaikan dengan bobot biomassa udang. Udang vanamei merupakan udang yang bersifat kanibalisme sehingga pemberian pakan harus sesuai baik waktu maupun jumlahnya. Pakan buatan dapat diberikan sebanyak 25 - 45 % dari berat biomassa udang ukuran juvenil. Hal ini diperkuat Nuhman (2009), yang menyatakan bahwa Kelangsungan hidup udang vannamei (L.vannamei) dengan prosentase pakan sebesar 20 - 50 % dari berat biomassa / hari adalah ukuran yang ideal sehingga udang tidak mengalami kekurangan pakan atau kelebihan pakan, bahkan dengan cara pemberian pakan yang dilakukan sebanyak empat kali sehari memungkinkan udang vannamei tidak berebutan dalam mencari makan sehingga tidak menimbulkan kanibalisme yang dapat menurunkan nilai tingkat kelangsungan hidup.




DAFTAR PUSTAKA

Aliah. R. S . 2012. Keragaan Model Budidaya Perikanan Terintegrasi Multi Tropik Di Pantai Utara Karawang, Jawa Barat. Jurnal Teknik Lingkungan. 13(1) : 47-58

Arsyad, S., Ahmad, A., Atika, P, P., Betrina, M, V., Dhira, K, S., Nanik, R, B. 2017. Studi Kegiatan Budidaya Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) dengan Penerapan Sistem Pemeliharaan Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 9(1): 1-14.

Aslamyah.S dan Yushinta.F.2014. Frekuensi pemberian pakan buatan berbasis limbah untuk produksi kepiting bakau cangkang lunak. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan)..24 (1) :44-52

Budiardi, T, I. Widyaya dan D. Wahjuningrum. 2007. Hubungan Komunitas Fitoplankton Dengan Produktivitas Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Di Tambak Biocrete. Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 119–125

Dede, H., Riris, A., Gusti, D. 2014. Evaluasi Tingkat Kesesuaian Kualitas Air Tambak Udang Berdasarkan Produktivitas Primer PT. Tirta Bumi Nirbaya Teluk Hurun Lampung Selatan (Studi Kasus). Maspari Journal. 6(1): 32-38.

Elfunurfajri, Feridian. 2009. Struktur Komunitas Fitoplankton Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan Di Lingkungan Tambak Udang Intensif. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Bogor

Ghufran, Kordi. 2010. Pintar Budidaya Ikan Ditambak Secara Intensif. Yogjakarta:
Lily Publisher.

Halidah.,Saprudin dan Chairil.A.2008. Potensi dan ragam pemanfaatan mangrove untuk pengelolaannya di sinjai timur, sulawesi selatan.5(1):67-78

Hidayat, M dan Supriyadi. 2016. Analisis Faktor-Faktor Produksi Usaha Budidaya Pembesaran Udang Vanname (Litopenaeus Vannamei) Di Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan Jawa Timur. J. Agosains. 3(1): 2407-6287

Kaligis, Erly Yosef. 2010. Peningkatan Sintasan Dan Kinerja Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei, Boone) Di Media Bersalinitas Rendah. Institut Pertanian Bogor Bogor.

Kaligis.E.2015. Respons pertumbuhan udang vaname (litopenaeus vannamei) di media bersalinitas rendah dengan pemberian pakan protein dan kalsium berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.7(1):225-234

Khaery.A.,Cecep.K dan Yudi.S.2016. Strategi pengelolaan ekosistem mangrove di desa passare apua kecamatan lantari jaya kabupaten bombana provinsi sulawesi tenggara.Jurnal Silvikultur Tropika.7(1):38-44

Krisanti, Majariana dan Z Imran. 2005. Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Ekas untuk Pengembangan Kegiatan Budidaya Ikan Kerapu dalam Karamba Jaring Apung. Institut Pertanian Bogor.

Kusuma, Rezqi Velyan Surya. 2009. Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak Terhadap Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Program Studi Teknologi Dan Manajemen Akuakultur Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Mahmud, U., K. Sumantadinata dan N. H. Pandjaitan. 2007. Pengkajian Usaha TambakUdang Windu Tradisional di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Jurnal MPI. 2(1): 1-16 hlm.

Makmur.R dan Mat.F.2011. Hubungan antara kualitas air dan pl ankton di tambak kabupaten tanjung jabung barat provinsi jambi. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.

Mansyur.A.,M.Nur.S dan Brata.P.2013. Pengaruh pemberian pakan bergilir dan penambahan sumber c terhadap kondisi kualitas air dan produksi udang vaname (litopenaeus vannamei). prosiding forum inovasi teknologi akuakultur:513-522

Mukarromah, A., I, Yulianti., Sunaryo. 2016. Analisis Sifat Fisika Kualitas Air di Mata Air Sumber Asem Dusun Kalijeruk, Desa Siwuran, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo. Jurnal Fisika Unnes. 5(1): 40-45.

Musanto, Trisno.2004. Faktor-Faktor Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan:
          Studi Kasus pada CV. Sarana Media Advertising Surabaya. Jurnal
          Manajemen & Kewirausahaan.6 (2). 123-136

Mustafa, A. 2008. Disain, Tata Letak, dan Konstruksi Tambak. Media Akuakulatur. 2(3) : 166-174

Nababan.E.,Iskandar.P dan Rusliadi.2015. Pemeliharaan udang vaname (litopenaeus vannamei) dengan persentase pemberian pakan yang berbeda.

Noor, A. 2009. Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carriying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu. Studi Kasus Di Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan.

Nuhman.2009. Pengaruh prosentase pemberian pakan terhadap kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan udang vannamei (litopenaeus vannamei). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.1(2):193-197

Purnamasari, I., D. Purnama, dan M. A. F. Utami. 2017. Pertumbuhan Udang Vanme (Litopenaeus vannamei) di Tambak Intensif. Jurnal Enggano. 2(1): 58-67 EISSN: 2527-5186.

Putra.S.J.W.,Mustofa.N dan Niniek.W.2014. Analisis hubungan bahan organik dengan total bakteri pada tambak udang intensif sistem semibioflok di bbpbap jepara.3(3):121-129

Ramadan. S. A. R, N. Abdulgani, dan N. Triyani. 2012. Perbandingan Prevalensi Parasit Pada Insang dan Usus Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Tertangkap di Sungai Aloo dan Tambak Kedung Peluk, Kecamatan Tanggulangin. Jurnal Sains dan Seni ITS. 1(1) : 36-39

Syah.R.,Makmur dan Muhammad.C.U.2014. Estimasi beban limbah nutrien pakan dan daya dukung kawasan pesisir untuk tambak udang vaname superintensif. J. Ris. Akuakultur .9(3): 439-448

Tarunamulia.,Kamariah dan Akhmad.M.2016. Keterkaitan spasial kualitas lingkungan dan keberadaan fitoplankton berpotensi habs pada tambak ekstensif di kecamatan losari kabupaten cirebon, jawa barat.Jurnal Riset Akuakultur.11(2):181-195

Wahida.H dan Firman.M.2017. Pelaksanaan perjanjian bagi hasil tambak di kelurahan pundata baji kecamatan labakkang kabupaten pangkep. 4(1):58-65

Yulianda.F.2008. Kajian kesesuaian dan daya dukung lingkungan tambak berbasis spasial di wilayah pesisir kabupaten aceh utara, pantai timur provinsi nanggroe aceh darussalam1. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.15(2):157-163

Zen. L. Z, D. Darusman , N. Santoso. 2015. Strategi Mata Pencaharian Masyarakat Berkelanjutan Pada Ekosistem Mangrove Di Wonorejo, Kota Surabaya. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. 2 (3): 230-242