Senin, 05 Desember 2016

Review Jurnal Penggunaan SIG dalam analisis suatu Lokasi Budidaya

Identifikasi lokasi untuk pengembangan budidaya keramba jaring apung (KJA) berdasarkan faktor lingkungan dan kualitas air di perairan pantai timur Bangka Tengah


Budidaya laut merupakan suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk meningkatkan produksi suatu organisme dan melestarikan kemampuan lingkungan tersebut agar menjadi lingkungan yang dapat dimanfaatkan. Aktivitas masyarakat di Kabupaten Bangka Tengah selain sebagai penambang mereka juga sebagai nelayan tradisional. Perekonomian masyarakat masih didominasi oleh hasil penambangan yang telah dilakukan. Kegiatan penambangan yang sangat banyak menimbulkan dampak dengan tercemarnya perairan karena limbah dari kegiatan penambangan tersebut. Masalah tersebut yang menjadi perhatian pemerintah, untuk menanggapi hal tersebut maka diperlukan kegiatan alternatif untuk beralih profesi seperti budidaya ikan di laut.
Penggunaan teknologi SIG dapat membantu analisis untuk memilih lokasi yang tepat berdasarkan data pengukuran parameter fisika dan kimia perairan. Hasil analisis kesesuaian lokasi budidaya berupa data tematik spasial pesisir dan laut diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi para perencana/stakeholder dalam menentukan suatu wilayah pesisir yang sesuai dengan potensi dan daya dukungnya. Data kualitas perairan dikumpulkan berasal dari tujuh titik stasiun yang mewakili lokasi pengamatan, untuk menganalisa secara spasial, titik-titik tersebut terlebih dahulu dilakukan interpolosi. Beberapa metode untuk melakukan interpolasi diantaranya metode trend, spline, krigging dan Inverse Distance Weight, (IDW). Dari hasil pengukuran dan analisa sampel air pada masing-masing stasiun, selanjutnya diolah dengan menggunakan software Arc View 3.2 pada menu image analysis dilakukan interpolasi dengan metode IDW hingga menghasilkan layer data spasial masing-masing parameter kualitas perairan.

Hasil dan Pembahasan
Kesesuaian berdasarkan faktor lingkungan
 
Hasil penelitian menunjukkan nilai kedalaman perairan berkisar dari 7 – 18 m, nilai ini berdasarkan Kepmenneg-KLH masih layak untuk budidaya laut. Berdasarkan hasil pemetaan kelayakan lokasi, nilai kedalaman berada dalam kategori sangat layak hingga tidak layak untuk budidaya laut. Untuk budidaya ikan dalam KJA 28.687 ha (22,46%) yang sangat layak, sedangkan sisanya tidak layak. Berdasarkan hasil pemetaan kelayakan lokasi, nilai kecerahan berada dalam kategori sangat layak dan layak untuk komoditas budidaya laut dengan luasan 89.884 ha (70,36%) yang sangat layak, sedangkan sisanya berada dalam kategori layak. Berdasarkan hasil pemetaan kecepatan arus, didapatkan luasan wilayah secara umum sangat layak, layak dan layak bersyarat untuk pengembangan budidaya ikan dalam keramba dengan luasan yang sangat layak 49.678 ha (38,89%), 76.177 ha (59,63%) layak dan sangat sedikit yang layak bersyarat 1.891 ha (1,48%).

Kesesuaian berdasarkan faktor kualitas air

Suhu perairan hasil penelitian ini berkisar 29,26 – 29,38 0C, kisaran suhu ini berada dalam kategori sangat layak untuk perairan. Hasil pemetaan kelayakan lokasi berdasarkan parameter suhu, menunjukkan bahwa semua lokasi penelitian sangat layak (127.746 ha; 100 %) untuk dikembangkan budidaya laut terhadap komoditas ikan, rumput laut dan tiram. Salinitas perairan hasil penelitian 32,62 – 32,74 ppt, kisaran ini masih baik untuk kegiatan budidaya baik perikanan, rumput laut maupun tiram hasil pemetaan kelayakan lokasi berdasarkan parameter salinitas, juga menunjukkan semua lokasi penelitian sangat layak untuk dikembangkan budidaya laut terhadap komoditas ikan, rumput laut dan tiram. Hasil pemetaan derajat keasaman untuk komoditas ikan dan rumput menunjukkan hasil yang sama seperti halnya suhu dan salitas yaitu sangat layak semua lokasi. Namun berbeda untuk tiram mutiara yang membutuhkan pH optimum pertumbuhannya yang lebih rendah 6,75 – 7,0 (hasil pengukuran lapangan 7,95 – 8,20) dibandingkan ikan dan rumput laut, sehingga kelayakan lokasi hanya 36.688 ha (28,27%) berada dalam kategori layak dan sisanya 71,28 % tidak layak. Hasil penelitian menunjukkan kisaran 4,15 – 4,67 mg/l, Hasil pemetaan oksigen menunjukkan bahwa kelayakan oksigen untuk budidaya ikan semua lokasi berada pada kategori layak bersyarat (100%) artinya membutuhkan perlakuan khusus jika dilakukan budidaya dengan memasang aerator untuk meningkatkan oksigen.

Kesesuaian berdasarkan komoditas ikan kerapu

                             
                                  
Di Indonesia terdapat tujuh genus ikan kerapu, dari ikan kerapu tersebut, ikan kerapu sunuk atau kerapu merah (Plectrocopomus leopardus) dan ikan kerapu lumpur jenis Epinephelus suillus yang banyak dibudidayakan oleh petani, karena jenis ikan ini pertumbuhannya lebih cepat daripada jenis ikan kerapu lainnya dan benihnya selain diperoleh dari alam (penangkapan) juga sudah dapat dihasilkan dari balai benih. Berdasarkan hasil pemetaan kelayakan lokasi untuk pengembangan usaha budidaya laut didapatkan lokasi sangat layak dan layak berdasarkan gabungan faktor lingkungan serta semua lokasi sangat layak berdasarkan gabungan faktor kualitas air Hasil gabungan kedua faktor ini menunjukkan bahwa hampir semua lokasi lokasi sangat layak untuk kembangkan budidaya ikan dalam keramba jarring apung. Walaupun dari hasil pemetaan bahwa secara umum wilayah perairan timur Bangka Tengah sangat layak dilakukan usaha pengembangan budidaya ikan dalam KJA, namun pemanfaatannya harus memperhatikan keberlanjutan karena budidaya ikan dapat menimbulkan dampak lingkungan berupa kotoran ikan dan sisa pakan. Oleh karena itu perlu dipadukan dengan budidaya rumput laut. 

Baca selengkapnya dapat di lihat pada artikel http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik/article/view/30/25